Rabu, 05 September 2012

NOSTALGIA -- Masa Sekolah (PART 1)

masa-masa sekolah, tak akan terulang  :')
*Tulisan ini (mungkin) akan jadi semacam autobiografi kecil saya. Tulisan yang akan saya baca ketika saya merindukan masa-masa sekolah saya kelak -seperti saat ini.

Saya lahir di sebuah kota di Kalimantan Selatan, Banjarbaru, yang katanya akan segera menjadi ibukota provinsi pengganti Banjarmasin. Namun, saya pindah ke Bekasi di usia 30 bulan dan menghabiskan separuh masa kecil -juga masa sekolah- saya di sana. Tahun 1998, ketika krisis moneter dan kerusuhan melanda Jakarta dan sekitarnya, saya pindah ke Bandung. Di sanalah paling lama saya berada untuk masa sekolah. Karena satu dan bermacam hal saya terpaksa pindah kuliah ke Jogja, tempat yang -sayang sekali- membuat saya paling tidak kerasan. Well, cukup untuk pengantar dan inilah masa sekolah yang paling membuat saya ingin kembali.

1. TK (Bekasi Utara)
Sekolah TK saya adalah sebuah sekolah yayasan Muhammadiyah. Kepala sekolah sekaligus pendirinya adalah Pak Dardiri Dahlan (seingat saya beliau adalah Drs). Saya adalah angkatan kedua di sana dan sebagai sebuah sekolah yang baru berdiri, Al-Husna, begitu namanya, tidak begitu bagus secara fisik. Tapi kualitasnya... :)

Di TK, saya adalah anak yang cukup pendiam. Emm, sangat pendiam. Saya jarang bergaul dengan teman sekelas saya karena saya pikir mereka kekanak-kanakan. *padahal namanya saja taman kanak-kanak kan ya* Jujur saja, sejak kecil saya tidak suka anak kecil. Meskipun begitu, kadang-kadang saya masih bermain bersama teman-teman perempuan sekelas, tapi saya lebih sering menjahili mereka.  Saya sering menyingkap rok anak perempuan hanya karena mereka berisik. Dari kecil perempuan itu berisik dan suka teriak. Sukurlah, saya termasuk boyish saat itu.

Beberapa teman yang saya ingat namanya adalah... Andre, dia adalah teman satu becak sekaligus tetangga depan rumah saya. Saya selalu berangkat dan pulang bersama Andre. Ibunya seorang dokter dan Andre adalah bungsu dari dua saudara. Fisikly yang masih saya ingat adalah rambut keriwel Andre.

Ega, dia adalah siswa paling nakal sepanjang TK-SD selama saya di Bekasi. Anaknya hiperaktif dan dominan. Tapi, Ega baik pada saya, kadang kami pulang bersama karena rumah kami lumayan dekat (lucu deh ngebayangin dua bocah jalan pulang bareng). Yang masih saya ingat, ketika ulang tahunnya Ega membagikan permen, masing-masing anak dapat dua buah permen sedangkan saya... satu bungkus besar sendirian! Haha, mungkin ibunya ingat karena kami sering pulang bareng.

2. SD (Bekasi - Bandung)
SD saya di Bekasi adalah sekolah yang sama dengan TK saya. Otomatis, teman sekelas tidak banyak berubah kecuali karena dibagi menjadi dua kelas: kelas A untuk yang punya rata-rata nilai lebih tinggi dibanding kelas B.

Teman yang paling sulit untuk saya lupakan adalah Wina. Dia adalah saingan utama saya sejak TK, ranking kami selalu berurutan dengan saya yang berada di atas. Menurut saya, Wina itu cantik, lucu, dan kompetitor yang hebat karena dia perfeksionis.

Nana (Firnadia) adalah satu-satunya sahabat saya. Kadang-kadang saya tidak tahu kenapa saya dimusuhi oleh semua teman sekelas saya hanya karena saya tidak mau ikut les Bahasa Inggris. Beranjak besar saya mengerti, itu bully. Nana adalah satu-satu teman bermain (terutama ketika kelas empat, saat saya akan pindah ke Bandung). 

Titi (Nur Wuri), ibunya Tionghoa, jadi Titi kecil adalah anak perempuan Chinese imut. Titi sering banget menangis karena ketakutan dengan guru Agama Islam (yang memang luar biasa kejam... suka mukul pake penggaris kayu 1 meter).

Maretta, dia anak pendiam yang pintar. Satu-satunya yang berkacamata di kelas. Saya ingat pernah main ke rumah besar-nya (ya, dia orang kaya yg baik hati), adiknya Maharani yang macho, papanya (alm) yg tinggi dan putih (mirip Maretta), mamanya yang ngga kaya ibu-ibu lain karena bukan IRT (i try to say her mom was awasome and intelegent).

Kelas EMPAT caturwulan DUA, saya dan keluarga pindah ke Bandung. Uhm, sekolah saya di sini adalah SD Negeri Inpres yang sangat seadanya. Uang sekolahnya saja seperlima sekolah lama saya. Papa saya memilihkan sekolah itu karena jaraknya satu menit berjalan kaki dari rumah.

Sekolah di Bandung adalah hal sulit, kendala utamanya bahasa. Karena ini SD Inpres yg sebagian siswanya adalah warga kampung yang mengapit komplek di mana rumah saya berada, mereka tidak bisa bahasa Indonesia. WOW! Iya, kelas empat SD dan masih bingung sekali bicara bahasa Indonesia. Jadinya, saya hanya bisa manggut-manggut kalau mereka (entah) ngomong (apa).

Beberapa teman yang saya ingat... Dwi! Si tomboy yang sekarang sudah nikah, rumah kami memang satu komplek. Dwi jadi semacam pelindung karena dia ditakuti oleh yang lain. Galak sih ya. haha. Sepanjang SD saya bermain dengan Dwi. Karena berteman dengan dia, saya bisa mem-bully para bully-ers. haha. (saya senang sekali)

Andri. Andri adalah pesaing, mirip sama Wina. Bedanya, Andri tidak umm, sejahat Wina. Andri anak mami yang seriiiiiiing sekali diledek. Tapi saya tidak berani mem-bully-nya, paling-paling hanya meledek... Soalnya bisa berabe kalo dia lapor mamanya. haha-heuh

--- to be continued ---
#masa SD selesai...

Tidak ada komentar: